Jumat, 27 Oktober 2017

Cerita Pendek

Takdir Tuhan

Senyumnya mengembang dengan begitu lembut. Tatapan matanya indah namun menusuk jantungku. Tangan kanannya meraih kepala bagian belakang, mencegah rambutnya bergerak ke kanan dan ke kiri tertiup angin. Siang itu angin terasa lembut bertiup, menyapu rambutnya yang berwarna coklat kehitaman. Dia terus menatapku, membuatku semakin merasa hancur. Dia terus berdiri dihadapanku, dan aku hanya mampu terdiam tanpa sepatah kata pun terucap dari bibir.

Beberapa saat kemudian, dia menatap mata ku penuh kebencian. Tatapan tajamnya terlihat menebar ancaman. Penuh benci, penuh amarah, dan penuh kemurkaan. Tatapannya menembus jantung hatiku. Aku menangis dan berusaha untuk berteriak. Berusaha meronta dari segala kecemasan. Namun, dia membuatku tak berkutik sehingga tak mampu mengungkapkan segalanya. Dia membalikkan badan dan membelakangiku. Seolah-olah ingin melangkah pergi meninggalkanku yang berlutut penuh kesedihan. Mataku panas, jantungku terasa sakit, dadaku sesak, dan tanganku bergetar hebat.

Dia mulai melangkahkan kaki kanannya, melangkah menjauh dariku. Aku ingin berdiri, berlari, lalu mendekapnya dengan erat. Aku tak ingin dia pergi meninggalkanku dengan kesepian dan kesendirian. Dengan sekuat tenaga,  aku mencoba bangkit, berdiri dengan susah payah. Dan saat aku mampu berdiri, dia telah menghilang. Dan kini penyesalan yang ku rasakan.

“IIIICCCHHHHHAAAAAAA!!!!!!”

Aku terbangun dari tidurku. Sinar mentari pagi menyusup melalui jendela, memberi warna putih keemasan dalam kamarku yang berantakan. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh dan jangtungku berdetak begitu hebat. Nafasku terengah-engah seperti orang yang lelah berlari seharian. Aku terduduk diatas kasur dan memandang langit-langit kamar. Pipiku basah, aku mengusap. Bukan... ini bukan keringat, tapi ini air mata kepedihanku. Lagi-lagi aku menangis dalam tidur. Aku menunduk, merasa tersiksa karena tak mampu menghapus bayangan Icha dari benakku.

“Lagi-lagi kamu, Cha. Iya cuma kamu yang ada dalam mimpiku,” kataku lirih. Hatiku sakit, aku benar-benar tersiksa selama ini.

Namaku Raditia Prabudi, biasanya dipanggil Radit, Adit, Budi, dan beberapa lainnya memanggil Jones. Jones adalah julukan dari teman-temanku yang artinya Jomblo Ngenes. Mungkin banyak orang bertanya, mengapa aku mendapatkan julukan Jones. Ya... julukan itu aku dapatkan karena sampai saat ini aku belum memiliki pacar seusai putus dari Icha, bukan karena aku tak laku atau wajahku cukup buruk. Nyatanya, cukup banyak wanita yang naksir dan dekat denganku. Namun, pada akhirnya aku tidak pernah jadian dengan mereka. Bagiku, mereka tak mamppu mengisi lubang. Lubang? Iya, lubang kosong yang ditinggalkan oleh mantanku, Icha. aku masih belum siap untuk memulai sebuah hubungan baru. Sosok Icha masih selalu memenuhi isi pikiranku.

Aku memang bukan lelaki yang cukup tampan, tapi setidaknya wajahku tidak begitu jelek. Aku lelaki yang berasal dari Jawa asli. Aku memiliki tinggi 177 cm dengan berat 64 kg. Rambutku berombak dan memiliki kulit kuning kecoklatan. Wajahku sendiri begitu mirip dengan ibuku, sehingga orang-orang sering mengatakan aku ini cantik. 

Kembali pada masalah asmara yang menghantui diriku. Icha adalah mantanku. Icha adalah gadis cantik dengan tinggi 167 cm dan memiliki berat badan yang cukup ideal. Wajahnya oval dengan mata sipit yang begitu indah ditambah bibir tipis berwarna pink, begitupun pipinya. Rambut coklat kehitaman dibiarkan panjang sepunggung. Dia merupakan mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Dia begitu baik, perhatian, namun sedikit kekanak-kanakan dan egois. 

Di  balik itu semua, sosok Icha tetaplah menjadi wanita teristimewa dalam hidupku, karena dia satu-satunya wanita yang mampu memahamiku. Kami putus karena adanya perbedaan ego. Sejak kita putus hingga saat ini, aku masih belum menerima kabar dari Icha kembali. Aku pun tak berani untuk menghubunginya lagi. Aku berusaha melupakan semua kenangan tentangnya. Sayang, melupakan mantan dan menghilangkan perasaan tak semudah menghapus kontak di telepon genggam.

Rasa penasaran selalu membawaku ke akun twitter, facebook, dan instagram miliknya. Namun, setelah beberapa bulan aku mengawasinya, tiba-tiba Icha memblokir akunku. Sedih memang, namun hal tersebut adalah cara terbaik agar aku tak lagi berusaha mencari tahu kabar tentangnya. Sesekali aku berusaha mencari tahu informasi tentang Icha dari teman-temanku, dan ternyata Icha kini telah jadian dengan Rizal. Sejak saat itu, aku berhenti mencari informasi lain tentangnya.

Dua tahun setelah hubungan ku dengan Icha berakhir, hidupku justru msemakin tak bahagia. Pada akhirnya aku gagal meraih beasiswa keluar negeri. Dan sekarang, aku hanya seorang manager di sebuah kafe. Iya, seorang manager di sebuah kafe yang memiliki kenangan tersendiri bagiku. Kafe yang dulu menjadi tempat favoritku dan Icha sekaligus tempat dimana kami memutuskan untuk berpisah.
....

Takdir Tuhan
Karya Renisa Sofia Rahma, XI IPS 4, SMA N1 Kota Mungkid (dengan sedikit perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi

INTUISI Karya Anggun Fitria Anindhi Deretan lampu benderang Menerangi sejengkal langkah tak goyah Bukan puncak namun perjalanan ...