TEKS CERITA PENDEK
A. Pengertian Cerita Pendek
Cerita Pendek (Cerpen) adalah cerita
yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu
cerita memang relatif. Namun pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang
habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar
500-5000 kata oleh karena itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan “cerita
yang dapat dibaca dala sekali duduk”
B. Ciri-Ciri Cerita pendek:
a.
Bentuk tulisan singkat, padat, dan lebih pendek dari
novel
b.
Tulisan kurang dari 10.000 kata
c.
Sumber cerita dari kehidupan sehari-hari, baik pengalaman
sendiri maupun orang lain
d.
Tidak menggambarkan seluruh kehidupan pelakunya
e.
Habis dibaca sekali duduk
f.
Tokohnya dilukiskan mengalami konflik sampai pada
penyelesaian
g.
Beralur tunggal dan lurus
h.
Penokohannya sangat sederhana dan singkat
C.
Unsur Pembangun Cerita pendek
Seperti halnya
jenis teks lainnya, cerita pendek dibentuk oleh sejumlah unsur. Adapun unsur
yang berada langsung di dalam isi teksnya dinamakan dengan unsur intrinsik yang
meliputi:
1.
Tema
Tema adalah
gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema suatu cerita menyangkut segala
persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang,
kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema suatu cerita, diperlukan
apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan itu.
Tema jarang
dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat merumuskan tema,
terlebih dahulu mengenali rangkaian peristiwa yang membentuk alur cerita dalam
cerpen.
2.
Penokohan
Penokohan
merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh
dalam cerita. Berikut cara-cara penggambaran karakteristik tokoh.
a.
Teknik analitik langsung
Alam termasuk
siswa yang paling rajin di antara teman-temannya. Ia pun tidak merasa sombong
walaupun berkali-kali dia mendapat juara bela diri. Sifatnya itulah yang
menyebabkan ia banyak disenangi teman-temannya.
b.
Penggambaran fisik dan perilaku tokoh
Seperti sedang
berkampanya, orang-orang desa itu serempak berteriak-teriak! Mereka menyuruh
camat agar secepatnya keluar kantor. Tak lupa mereka mengacung-ngacungkan
tangannya, walaupun dengan perasaan yang masih juga ragu-ragu. Malah ada di
antara mereka sibuk sendiri menyeragaman acungan tangannya, agar tidak
kelihatan berbeda dengan orang lain. Sudah barang tentu, suasana di sekitar
kecamatan dari desa itu, tapi juga oleh orang-orang yang kebetulan lewat dan
ada di sana.
c.
Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh
Desa Karangsaga
tidak kebagian aliran listrik. Padahal kampung-kampung tetangganya sudah pada
terang semua.
d.
Penggambaran tata kebahasaan tokoh
Dia bilang, bukan
maksudnya menyebarkan provokasi. Tapi apa yang diucapkannya benar-benar membuat
orang sedesa marah.
e.
Pengungkapan jalan pikiran tokoh
Ia ingin menemui
anak gadisnya itu tanpa ketakutan, ingin ia mendekapnya, mencium bau
keringatnya. Dalam pikirannya, Cuma anak gadisnya yang masih mau menyambutnya
dirinya. Dan mungkin ibunya, seorang janda yang renta tubuhnya, masih berlapang
dada menerima kepulangannya.
f.
Penggambaran oleh tokoh lain
Ia paling pandai bercerita, menyanyi, dan menari. Tak jarangia bertandang
ke rumah sambil membawa aneka brosur barang-barang promosi. Yang menjengkelkan
saya, seluruh keluargaku jadi menaruh perhatian kepadanya.
3.
Alur
Alur merupakan
pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat atau
bersifat kronologis. Pola pengembangan cerita suatu cerpen beragam. Pola-pola
pengembangan cerita harus menarik, mudah dipahami, dan logis. Jalan cerita
suatu cerpen kadang-kadang berbelit-belit dan penuh kejutan, juga kadang-kadang
sederhana.
4.
Latar
Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan
budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar dalam suatu cerita bisa
bersifat faktual atau bisa pula yang imajinatif. Latar berfungsi untuk
memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadapy jalan suatu cerita.
Dengan demikian, apabila pembaca sudah menerima latar itu sebagai sesuatu yang
benar adanya, maka cenderung dia pun akan lebih siap dalam menerima pelaku
ataupun kejadian-kejadian yang berada dalam latar itu.
5.
Sudut Pandang
Sudut pandang
adalah cara pengarang menenempatkan diri dalam cerita. Sudut pandang terdiri
atas : (a) Sudut pandang orang pertama : Aku, Saya, Kami. (b) Sudut pandang
orang ketiga: dia, nama orang, mereka.
6.
Gaya Bahasa
Dalam cerita,
penggunaan bahsa berfungsi untuk menciptakan suatu nada suasana persuasif serta
merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antar sesama
tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan
suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik, atau menjengkelkan,
objektif, atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat untuk
adegan yang seram, adegan romantis, ataupun peperangan, keputusan, maupun
harapan.
Bahasa dapat pula
dipergunakan pengarang untuk menandai karakter seseorang tokoh. Karakter jahat
atau bijak dapat digambarkan dengan jelas melalui kata-kata yang dipergunakan.
Demikian pula dengan tokoh anak-anak dan dewasa, dapat pula dicerminkan dari
kosakata ataupun struktur kalimat yang digunakan oleh tokoh-tokoh yang
bersangkutan.
7.
Amanat
Amanat merupakan
ajaran atau pesan yang hendak disampaikan pengarang. Amanat dalam cerita
umumnya bersifat tersirat, disembunyikan pengarangnya dibalik
peristiwa-peristiwa yang membentuk isi cerita. Kehadiran amanat, padda umumnya
tidak bisa lepas dari tema cerita. Misalnya, apabila tema cerita itu tantang
perjuangan kemerdekaan, amanat cerita itu pun tak jauh dari pentingnya
mempertahankankemerdekaan.
Selain unsur intrinsik, unsur pembangun teks cerita
pendek adalah unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik teks cerita pendek yaitu.
1.
Latar belakang pengarang
2.
Latar belakang masyarakat
3.
Nilai-Nilai, terdiri atas:
a.
Nilai Sosial merupakan nilai
yang bisa dipetik dari interaksi-interaksi tokoh yang ada didalam cerpen.
b.
Nilai Agama merupakan hal-hal
yang bisa dijadikan pelajaran yang terkandung dalam cerpen yang berkaitan
dengan ajaran agama.
c.
Nilai Moral merupakan nilai
yang terkandung dalam cerita dan berkaitan dengan akhlak atau etika yang
berlaku dimasyarakat.
d.
Nilai Budaya adalah
nilai-nilai yang berkenaan dengan nilai-nilai kebiasaan, tradisi, adat istiadat
yang berlaku.
e.
Nilai Pendidikan adalah nilai yang
berhubungan dengan perubahan tingkah laku dari buruk ke baik.
D. Menelaah Teks Cerita Pendek Berdasarkan Struktur dan Kaidah
Struktur cerpen merupakan rangkaian
cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen
tidak lain berupa unsur yang berupa alur, yakni berupa jalinan cerita yang
terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun hubungan kronologis. Secara umum
jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut.
1.
Pengenalan situasi
cerita (exposition, orientation)
Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh,
manata adegan dan hubungan antar tokoh.
2.
Pengungkapan
peristiwa (complication)
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan
berbagai masalah, pertentagan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.
3.
Menuju pada adanya
konflik (rising action)
Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan,
ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabbkab bertambahnya kesukaran
tokoh.
4.
Puncak konflik (turning point)
Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian
cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula ditentukannya
perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan
masalahnya atau gagal.
5.
Penyelesaian (ending atau coda)
Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan
tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami
peristiwa puncak itu. Namun ada pula, cerpen yang penyelesaian akhir ceritannya
itu diserahkan kepada imaji pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan
menggantung tanpa ada penyelesaian.
Cerpen tergolong ke dalam jenis teks
fiksi naratif. Dengan demikian, terdapat pihak yang berperan sebagai tukang
cerita (pengarang). Terdapat bebrapa kemungkinan posisi pengarang di dalam
menyampaikan ceritanya, yakni sebagi berikut.
1.
Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh
yang terlibat dalam cerita yang bersangkutan. Dalam hal ini pengarang
menggunakan kata orang pertama dalam menyampaikan ceritanya, misalnya aku,
saya, kami.
2.
Berperan sebagai orang ketiga, berperan sebagai pengamat.
Ia tidak terlibat di dalam cerita. Pengarang menggunakan kata dia untuk
tokoh-tokohnya.
Cerpen juga memiliki ciri-ciri
kebahasaan seperti berikut.
1.
Banyak menggunakan kalimat bermakna lampau, yang ditandai
oleh fungsi-fungsi keterangan yang bermakna kelampauan, seperti ketika, itu, beberapa tahun yang lalu, telah
terjadi.
2.
Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan urutan
waktu (konjungsi kronologis). Contoh; sejak
saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.
3.
Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu
peristiwa yang terjadi, seperti menyuruh,
membersihkan, menawari, melompat, menghindar.
4.
Banyak menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat
tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang.
Contoh: mengatakan bahwa, menceritakan
tentang, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.
5.
Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu
yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh. Contoh: merasakan, menginginkan, mengharapkan, mendambakan, mengalami.
6.
Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda
petik ganda (“.....”) dan kata kerja yang menunjukkan tuturan langsung.
Contoh:
a.
Alam berkata, “Jangan diam saja, segera temui orang itu!”
b.
“Dimana keberadaan temanmu sekarang?” tanya Ani pada
temannya.
c.
“Tidak. Sekali saya bilang, tidak!” teriak Lani.
7.
Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk mengambarkan tokoh, tempat, atau
suasana.
Contoh:
Segala sesuatu
tampak berada dalam kendali sekarang. Bahkan, kamarnya sekarang sangat rapi dan
bersih. Segalanya tampak tepat berada di tempatnya sekarang, teratur rapi dan
tertata dengan baik. Ia adalah juru masak terbaik yang pernah dilihatnya, ahli
dalam membuat ragam makanan Timur dan Barat ‘yang sangat sedap’. Ayahnya telah
menjadi pecandu beratnya.
E.
Menentukan Topik tentang Kehidupan dalam Cerita Pendek
Topik cerpen dapat diambil dari kehidupan diri sendiri maupun pengalaman
orang lain. Tugas seorang penulis cerpen adalah memperlakukan pengalaman itu
sesuai dengan emosi dan nuraninya sendiri. Unsur emosi memang penting dalam
menulis cerpen. Kata-kata yang tidak mampu membangkitkan suasana “emosi”,
sering membuat karangan itu terasa hambar dan tidak menarik. Namun demikian,
kata-kata tersebut tidak harus dibuat-buat. Kata-kata atau ungkapan yang kita
pilih adalah kata-kata uang mempribadi. Kata-kata itu dibiarkan mengalir apa
adannya. Dengan cara demikian, akan terciptalah sebuah karya yang segar,
menarik, dan alamiah.
Memilih kata-kata memerlukan kemampuan yang apik dan kreatif. Pemilihan
kata-kata yang biasa-biasa saja, tanpa ada sentuhan emosi, tidak akan begitu
menarik bagi pembaca. Jika penulis melukiskan keadaan kota Jakarta, misalnya,
tentang gedung-gedung yang tinggi, kesemerawutan lalu lintas, dan keramaian
kotannya, berarti dalam karangan itu tidak ada yang baru. Akan tetapi, ketika
seorang penulis melukiskan keadaan kota Jakarta dengan mengaitkan dengan
suasana hati tokoh ceritanya, maka penggambaran itu menjadi begitu menarik.
Perhatikan
contoh berikut
“Lampu-lampu yang berkilau terasa menusuk-nusuk matanya, sedangkan
kebisingan kota menyayat hatinya. Samar-samar dia sadari bahwa dia telah
kehilangan adiknya: Paijo tercinta!
Pak Pong yang melang menatap kota dengan dendam di dalam hati Jakarta,
kesibukannya, Bina Graha, gedung-gedung itu...”
(Sumber:
“Jakarta”, Totilawati Tj.)
Perhatikan
pula cuplikan berikut!
Lelaki berkacamata itu membuka kancing baju kemejannya bagian atas. Ia
kelihatan gelisah, berkeringat, meski ia sedang berada di dalam ruangan yang
berpendingin. Akan tetapi, ketika seorang perempuan cantik muncul dari balik
koridor menuju tempat lelaki berkacamata itu menunggu, wajahnya berubah menjadi
berseri-seri. Seakan lelaki itu begitu pendai menyimpan kegelisahaannya.
“Sudah lama?” tanya perempuan cantik itu sambil melempar senyum.
“Baru setengah jam,” jawabnya setengah bergurau.
Gerak-gerik tokoh, identitasnya (berkacamata), serta situasi kejiwaannya
jelas tergambar dalam cuplikan di atas. Karakter tokoh benar-benar hidup sesuai
dengan kondisi dan keadaan cerita yang dialaminya. Penulis mewakilkan situasi
kejiwaan tokoh yang gelisah melalui kata-kata membuka kancing baju kemejanya, berkeringat, berubah menjadi
berseri-seri.
F.
Menyunting Teks Cerita Pendek dengan Memperhatikan
Unsur-Unsur Pembangunnya
Menulis karangan, naik itu berupa cerita ataupun jenis karangan yang lain
jarang yang bida sekali jadi. Akan ada saja kesalahan atau kekeliruan yang
harus diperbaiki. Mungkin hal itu berkaitan dengan isi tulisan,
sistematikannya, keefektifan kalimat, kebakuan kata, ataupun ejaan/tanda
bacanya. Oleh karena itu, peninjauan ulang atau langkah penyuntingan atas
karangan yang telah kita buat, merupakan sesuatu yang penting dilakukan.
Berikut beberapa yang perlu diperhatikan berkenaan dengan penyempurnaan
karangan.
1.
Apakah ide yang
dikemukakan dalam karangan itu sudah tepat atau tidak, dan sudah padu atau
belum?
2.
Apakah sistematis
penulisannya sudah benar atau perlu perbaikan? Uraian yang bolak-balik dan
banyaknya pengulangan tentu akan menjadikan karangan itu tidak menarik.
3.
Apakah karangan
itu bertele-tele atau terlalu sederhana? Karangan yang bertele-tele, haruslah
disederhanakan. Namun, sebaliknya apabila karangan itu terlalu sederhana,
perlulah dikembangkan lagi.
4.
Apakah penggunaan
bahasannya cukup baik atau tidak? Perhatikan keefektifan kalimat dan kejelasan
makna kata-katanya!
Buku ejaan, tata bahasa, dan kamus, perlu dijadikan pendamping. Buku-buku
tersebut dapat dijadikan rujukan, terutama ketika ingin memastikan kebenaran
atau ketepatan penggunaan bahasa.
Sumber: Buku Teks Bahasa Indonesia Kurikulum 2013
Edisi Revisi 2016